Setiap pasangan telah Allah takdirkan dengan jalan yang berbeda. Ada yang dengan waktu singkat mendapatkan materi yang berlimpah. Namun tak akur dengan mertua. Ada yang amat beruntung, medapatkan mertua idaman yang baik seperti orangtua kandung, namun Allah mengujinya dengan ekonomi yang sulit. Ada pula orang yang mertuanya baik, ekonominya baik, tapi sulit dalam mendapatkan keturunan. Ada yang dengan mudahnya mendapatkan momongan, tapi Allah uji dengan suaminya yang galak, tak perhatian, atau suaminya baik tapi Allah uji dengan hal lainnya.
Sungguh, Allah telah adil dalam membagi kebahagiaan di dunia ini.
Di balik kesedihan saya sebagai seorang istri yang tak juga hamil, Allah berikan kebahagiaan lain dengan menghadirkan sosok suami yang luar biasa. Bukan hanya kesabarannya menghadapi kemarahanku tiap haid datang, tapi juga semangatnya yang tak pernah sedikitpun berkurang dalam berjuang. Juga keromantisannya yang semakin hari semakin bertambah. Memelukku dengan erat ketika airmata sudah tak lagi mampu untuk aku tahan.
Berbulan bulan yang lalu, sudah puluhan alat deteksi kehamilan aku gunakan. Dan hasilnya semua sama. Satu garis merah. Dan itu cukup membuatku trauma. Merasa alat uji kehamilan itu tidak pernah berpihak padaku. Seolah tiap kali aku menggunakanya, ia justru mengejekku dengan menghadirkan garis satu. Dan itu membuatku jenuh. Tak pernah lagi aku menggunakannya.
Hingga tiga bulan yang lalu, Allah berikan kami berdua kesempatan untuk menemui dokter ternama di kota kami. Dengan segunung harapan yang secara medis aku gantungkan padanya, dua bulan masih gagal. Sedih, kecewa namun lagi lagi Allah tunjukan betapa beruntung aku di jodohkan dengannya. Dan di bulan ketiga, setelah hidrotubasi yang cukup menyakitkan. Tapi dokter memberikan kabar bahagia bahwa peluang kehamilan setelah ini 80%. Sungguh, ia suami yang amat baik kepada istrinya. Memang bukan hanya kali ini dia mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi sejak program kehamilan ini ia mengerjakan semuanya. Tak seharipun ia membiarkan aku lelah. Meskipun kadang aku meminta hanya untuk sekedar mencucikan bajunya, ia selalu melarangnya. Aku tau, betapa besar harapannya untuk memiliki keturunan.
Hari hari berlalu, hingga datang jadwal masa haidku datang. Kami berdebar, tak lepas doa kami panjatkan. Sehari terlewati. Si merah belum datang, sampai dua hari berlalu dan kami memutuskan membeli alat deteksi kehamilan lagi, setelah sekian lama aku tak menggunakannya. Dan ketakutan itu masih sama. Aku takut hasilnya hanya garis satu, yang pasti akan membuatku menangis, lagi…
Dan setelah beberapa jam membelinya, si merah datang tanpa persetujuanku. Aku kembali menangis. Dia memelukku lagi, lebih erat. Dia menciumi kening dan pipiku. Mengusap seluruh airmataku.
Gak apa apa, artinya Allah ingin kita berusaha lebih keras. Atau Allah ingin kita lebih lama lagi pacarannya. Jangan sedih, kita ngga perlu ke dokter lagi. Kamu istirahat dari obat obatan dulu yah. Bulan depan kita atur jadwal lagi untuk honeymoon.
Aku semakin tergugu dalam pelukannya. Allah, aku tau diapun kecewa.
Tapi dia tak berubah. Tak satupun pekerjaan rumah tangga boleh aku kerjakan. Selalu dia katakan, ini tugasku. Tugasmu, menjaga kesehatan. Duduk menemaniku makan dan menemaniku tidur.
Sungguh, ini bukti Allah telah adil membagi kebahagiaan. Jangan mengira nasib wanita wanita seperti say selalu sial tanpa kebahagiaan. Meskipun kebahagiaan yang wanita lain rasakan tetaplah menjadi idaman bagi yang tidak mendapatkannya.