Merasakan kehadiranmu adalah satu satunya hal yang membuatku bahagia. Meski aku tau karenanya aku di anggap gila. Tak apa, tidak ada salahnya kan? Karena tetap menganggapmu ada adalah hal yang menyenangkan. Meski disaat yang bersamaan aku harus merasakan kegetiran. Kegetiran yang amat menyedihkan. Mungkin dia menganggap aku perlu dikasihani. Gadis kesepian yang butuh empati. Tidak, ku mohon.. kau jelaskanlah padanya. Bisikkanlah sesuatu padanya lewat angin yang berhembus. Bahwa kau memang ada. Menemani tiap langkahku. Dan datang saat aku dalam kesepian.
Aku tidak pernah sendirian. Selalu ada kamu disaat aku membutuhkan. Aku tau, kaulah yang mengikutiku. Kemanapun aku pergi. Kaulah yang selalu membututiku disaat kaki ini melangkah dengan putus asa. Kau menggenggam erat jemariku. Memberi kehangatan yang selalu berhasil membuatku bertahan. Membuatku kembali bersemangat untuk melakukan perjalanan. Perjalanan panjang hidup ini.
Kenapa mereka dan dia bilang aku tidak pernah memiliki teman? Bukankah kau adalah temanku? Kenapa dia selalu berkata aku terlihat kesepian dan menyedihkan? Bukankah ada kau yang selalu jadi hiburan? Dan, ada kau selalu disisiku. Bahkan hampir setiap malam, kau datang untuk mengucapkan selamat malam. Datang dengan mengendap endap, melewati pagar rumah dan mengetuk pintu jendela kamarku.
Tapi, kenapa kau biarkan aku seperti ini? Kau biarkan aku terlihat sendiri saat tangan hangatmu merangkul bahuku. Kenapa kau biarkan aku terlihat kesepian, bahkan disaat aku ssedang tersipu mendengar pujian dan melihat tawa riangmu?
—————-
“Dia tidak pernah ada. Orang yang kamu anggap sebagai satu satunya temanmu itu tidak ada. Itu hanya halusinasi kamu”
Kata katanya seperti mensusuk dadaku, sakit sekali rasanya. Kenapa kau selalu pergi ketika dia datang? Apa kau tidak mau menampakkan wajah cemburumu? Untuk pertama kalinya aku menangis karena mu. Karena kamu selalu meninggalkanku saat ia datang. Aku tak pernah keberatan orang lain menganggap aku gila karenamu. Tapi entah apa yang terjadi, dianggap gila olehnya menjadi sangat menyakitkan. Dan aku merasa menderita.
“Percayalah, kamu butuh aku! Berhentilah menghayal. Selama ini aku yang selalu memperhatikanmu dari jauh. Selama ini aku yang selalu mengirimmu doa doa, agar angin dan malam bersedia menjadi teman malammu. Dan sekarang aku tidak tahan me lihat kamu begini terus. Aku mohon, aku begini karena aku sayang sama kamu”
Dan untuk pertama kalinya kau muncul dihadapanku saat aku dan dia berdua. Tapi tetap saja, hanya aku yang bisa melihatmu. Melihat keteduhan wajahmu. Dan merasakan ketenangan dalam matamu. Apa semua orang buta hingga tidak bisa melihatmu? Atau… siapa kamu sebenarnya? Kenapa kau mesti begini? Membuat aku terlihat gila.
Untuk pertama kalinya juga, tangannya membelai lebut rambut panjangku yang terurai. Selain kamu, tak pernah ada lelaki lain yang ku biarkan menyentuh bagian dari tubuhku. Meskipun hanya jari. Dan sekarang, entah apa yang terjadi. Aku biarkan dia membelai rambutku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Dan kau, hanya diam.
Aku ingin sekali menjelaskan tentang kehadiranmu dihadapanku. Dibelakang lelaki yang saat ini memelukku. Tapi kenapa kau justru pergi. Samar, dan kemudian menghilang. Benar benar menghilang.
“Kamu bakal baik baik aja sama aku. Kamu gak akan pernah kesepian lagi. Karena ada aku. Tolong jangan menolak”
Dan aku melepasnya. Aku memanggil namamu dengan isak tangis yang menyedihkan. Aku sendirian, aku mohon datanglah. Berikan penjelasan pada pria ini, bahwa aku waras. Kamu ada, kamu selalu menemaniku. Dan aku bukan gadis kesepian. Katakan pada psikiater sok tahu ini. Bahwa kau adalah temanku yang nyata. Karena aku pernah memelukmu disaat aku menangis sendirian. Kau pernah menggandeng tanganku saat aku menangis dijalanan.
Dan kau benar benar tak pernah kembali. Pelukannya membuatku semakin terluka. Aku menangis, entah karena apa. Menangisi kepergianmu dan panggilanku yang tak terjawab? Atau menyadari ketiadaanmu selama ini?
Aku biarkan tubuhku tumbang dalam pelukannya. Di ruang kotak yang cukup luas dengan nuansa putih yang menyenangkan. Disudut sana, ibuku tersedu. Aku benci tempat ini. Hanya saja karena ibu, aku selalu mau saat di ajak kesini.
Dan akhirnya setelah berhari hari, aku sadar akan satu hal yang masih membingungkan. Kau pergi, tak kembali. Atau orang orang benar, bahwa kau memang tidak ada. Aku benci memikirkannya.
Tapi genggaman tangan pria itu, selalu membuatku tenang. Meski aku terluka. Merenungi banyak hal tentang kegilaan aku denganmu. Dengan ketiadaanmu yang aku anggap ada disisiku selama ini.
Satu bagian dalam hatiku, sampai hari ini masih menganggapmu ada. Dan sebagiannya selalu berfikir bagian yang aku benci. Menentang sebagian hati yang lainnya. Mencoba meyakinkan otakku, bahwa kau tidak pernah ada. Bahwa kau hanya hayalanku saja. Hayalan karena selama ini aku kesepian. Dan sampai bagian ini, aku selalu menangis. Menemukan jalan buntu. Tidak mengerti bagian mana yang harus aku percaya.
Dan meskipun berbulan bulan telah berlalu, kau benar benar tak pernah lagi muncul dihadapanku. Aku benci, kadang aku berfikir mungkin kau marah dihari itu. Ketika dokter itu memelukku. Membelai rambutku. Kau seharusnya tidak menghilang begini. Kata sebagian hatiku. Dan aku juga menginginkan hal itu. Meski sebagian kadang menolak.
Aku harus menjelaskan padamu, dia temanku. Teman kecilku. Satu satunya orang yang mau memberikan senyum ramahnya kepadaku. Dulu. Dan setahun berlalu, kau tak prnah lagi muncul dihadapanku. Tidak juga dalam mimpiku. Dan gantinya dia selalu datang kerumah. Membawawa bunga dan kue kue untuk aku makan. Selama itu, aku hanya membisu. Entah, tidak mengerti apa yang aku fikirkan. Tapi aku mulai nyaman. Tanpa kehadiranmu. Dan dengan kedatangannya.